Pulau Kalimantan ternyata memiliki berbagai macam tradisi, adat-istiadat, kesenian, tari-tarian dan berbagai macam ritual yang melekat dan erat dengan kehidupan masyarakat sehari-harinya. Semua kegiatan tersebut akan mengundang decak kagum bagi orang-orang yang baru pertama kali menginjakkan kaki di pulau ini. Tidak heran banyak juga orang asing yang melancong ke sana untuk sekedar berlibur atau yang menetap untuk sementara waktu melakukan penelitian atau observasi tentang kehidupan masyarakat sehari-hari.
Salah satu tari-tarian yang cukup dikenal adalah tari manasai. Tari ini merupakan tari yang melambangkan kegembiraan. Tari ini biasanya juga diadakan untuk menyambut tamu-tamu pemerintahan yang ke sana. Intinya tarian “selamat datang” untuk tamu-tamu yang berkunjung ke Kalimantan. Tari ini juga biasanya dipentaskan pada acara festival budaya Isen Mulang yaitu acara tahunan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah dan dibantu oleh dinas pariwisata dan dinas-dinas yang terkait, tujuannya adalah menarik minat wisatawan untuk berkunjung serta memperkenalkan dan melestarikan budaya daerah sehingga masyarakat luar juga mengetahui budaya dari daerah lain. Hal tersebut akan memperkaya budaya nasional bangsa kita.
Tari manasai selain dipentaskan pada festival budaya jug dapat ditemuai pada keseharian kehidupan masyarakatnya. Dalam acara pernikahan adat, misalnya. Tari manasai biasanya digemari oleh kalangan muda sampai kalangan tua. Penari biasanya mengelilingi beberapa guci ukuran besar yang di lingkari dengan kain bahalai. Para penari akan menari dengan gemah gemulai mengelilingi guci-guci tersebut selama beberapa putaran dengan di iringi lagu karungut. Penari akan berhenti sampai lagu karungut yang di putar selesai. Sambil menari biasanya ada satu orang yang memberi segelas “baram” (minuman memabukkan di Kalimantan) kepada setiap penari. Tentunya kepada yang tidak terbiasa minuman ini akan menimbulkan pusing kepala dan dapat mabuk olehnya.
Perlengkapan tari manasai biasanya baju adat, bahalai (selendang), kain yang diikatkan mengelilingi kepala kemudian di sisipi Bulu Burung Tingang (Bulu Burung Engrang). Kesemua itu sebagai pelengkap dalam tari manasai. Kesemua itu memiliki arti tersendiri bagi yang mengerti terutama para tetua adat, namun saya tidak begitu mengerti akan arti-arti dari semua perlengkapan yang dikenankan walaupun saya tumbuh dan dibesarkan dalam keluarga dayak. Ini kurangnya kesadaran sebagai generasi muda untuk belajar dan menggali lebih lagi tentang kebudayaannya sendiri termasuk saya orangnya.
Namun walaupun begitu tidak semua pemuda dan pemudi yang tidak peduli akan hal tersebut. Buktinya masih banyak sanggar-sanggar tari bermunculan dan banyak yang hendak belajar tentang tari-tarian daerah. Ini menandakan bahwa masih ada yang peduli akan potensi-potensi yang ada di daerah dan perlu dikembangkan lagi agar tidak sampai hilang di telan arus zaman modernisasi. Menurut saya keduanya harus berjalan beriringan. Artinya sambil menjaga warisan nenek moyang dulu, kita juga tidak menutup mata akan hadirnya era teknologi dan informasi yang ada sekarang. Bahkan kita dapat memanfaatkan arus teknologi dan informasi untuk menunjang pengembangan kesenian yang ada di daerah-daerah. Jangan sampai kesenian daerah tenggelam karena modernisasi, hal tersebut yang justru terbalik dan salah. Ini kembali lagi kepada generasi mudanya bagaimana kita dapat menjaga warisan nenek moyang dulu sehingga dari generasi ke generasi hal tersebut tetap ada dan dapat kita lihat sampai sekarang bahkan masa-masa yang akan datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar